Sekolah dari
pagi sampai siang hari, mengikuti kursus, les, pelajaran tambahan dan pulang
sore hari sebelum gelap. Setelah makan malam kembali belajar, mengerjakan
pekerjaan rumah, dan bersiap untuk tidur.
Gambaran
tersebut merupakan keseharian yang dijalani oleh seorang anak sekolah selama 5
hari dalam seminggu. Rutinitas yang dianggap
sebagai hal yang wajar bagi masyarakat di masa kini. Para guru dan orangtua
berpendapat bahwa untuk dapat sukses dalam kehidupan, anak harus berprestasi di
sekolah, dan untuk itu anak-anak harus menghabiskan sebagian besar waktu mereka
untuk belajar, dan di saat yang sama mengurangi waktu mereka untuk bermain. Bermain
dianggap sebagai kegiatan yang sia-sia dan tidak berguna, karena dinilai tidak
berperan dalam meningkatkan prestasi anak di sekolah.
Dalam
pembahasan ini, permainan yang dimaksud adalah permainan dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1.
Permainan dipilih sendiri secara sukarela, dan dilakukan berdasarkan keinginan
sendiri, bukan karena keharusan. Ini juga berarti permainan lepas dari
pengawasan dan kendali orang dewasa. Karena orang dewasa dipandang sebagai
sosok penguasa, anak-anak cenderung tidak merasa leluasa dalam permainan
tersebut, misalnya untuk keluar ataupun menentang aturan yang berlaku,
dibandingkan bila permainan tersebut dipimpin oleh anak lainnya.
2.
Permainan dimana proses bermain lebih penting daripada tujuan yang hendak
dicapai dalam permainan tersebut.
3.
Peraturan permainan dibuat sendiri oleh anak-anak yang mengikuti permainan
tersebut, bukan karena keharusan.
4.
Mengandung unsur khayalan dan terpisah dari kenyataan.
5.
Anak-anak berada dalam keadaan aktif, siaga, namun tidak tertekan. Dalam
keadaan tertekan, misalnya tertekan untuk menang, anak-anak akan lebih terfokus
pada tujuan sehingga tidak dapat menikmati proses bermain tersebut sepenuhnya.
Manfaat Bermain
Berikut
ini adalah beberapa manfaat yang dapat dirasakan oleh anak-anak melalui
kegiatan bermain, yang tidak mereka dapatkan melalui pelajaran di sekolah:
1.
Mengambil Resiko dan Mengatasi Rasa Takut
Permainan
yang mengandung resiko bahaya seperti memanjat pohon, melompat ke dalam air
dari ketinggian, berlari, kejar-kejaran, dan bermain sepeda dapat memaparkan
anak pada bahaya dalam situasi yang terkendali. Anak akan belajar untuk
mengambil resiko -misalnya memanjat lebih tinggi, berlari atau bersepeda lebih
kencang- secara bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka untuk mengelola dan
mengatasi rasa takut yang muncul akibat tindakan mereka tersebut. Dengan
demikian, mereka akan belajar bahwa rasa takut itu merupakan hal yang wajar dan
sesuatu yang dapat mereka atasi sendiri. Ini akan membuat anak tumbuh sebagai
orang yang mampu mengelola dan mengatasi rasa takut.
2.
Mengembangkan Rasa Empati
Permainan
peran yang seringkali dilakukan anak-anak mengajarkan mereka untuk menempatkan
diri mereka dalam posisi orang lain dan melihat dari sudut pandang orang
tersebut. Hal ini mendorong mereka untuk mengetahui apa yang mungkin dirasakan
dan dipikirkan orang lain sehingga mengembangkan kepekaan dan kemampuan mereka
untuk berempati terhadap orang lain. Contohnya, sekelompok anak yang bermain
rumah-rumahan, dimana ada yang berperan sebagai kakek, nenek, bapak, ibu,
kakak, dan adik akan mengembangkan pemahaman mereka mengenai masing-masing
peran yang mereka perankan tersebut, yang kemudian akan mengembangkan rasa
empati mereka.
3.
Mempersiapkan Anak Menghadapi Kehidupan
Nyata
Kondisi
lingkungan dan masyarakat bukan selalu merupakan tempat yang ideal bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Permainan membantu anak-anak untuk
belajar menerima dan menyesuaikan diri dengan hal-hal yang akan mereka temui di
kehidupan nyata.
Salah
satu contoh nyatanya dapat dilihat melalui sebuah buku berjudul Children and Play in the Holocaust oleh
George Eisen. Melalui buku tersebut, George Eisen menceritakan kisah para
anak-anak di kamp konsentrasi Nazi yang tetap bermain di tengah kondisi yang
serba sulit tersebut. Anak-anak tidak bermain karena mereka tidak memahami apa
yang terjadi di sekitar mereka, bukan juga sebagai cara untuk mengalihkan diri
dari hal-hal buruk yang terjadi di sekitar mereka, namun mereka justru
melakukan permainan-permainan yang membantu mereka memahami, menghadapi, dan
-dalam derajat tertentu- mengatasi hal-hal
buruk yang mereka hadapi disana.
Salah
satu contoh permainan yang dimainkan adalah klepsi
klepsi yang dibuat berdasarkan salah satu rutinitas di kamp. Satu pemain
ditutup matanya, kemudian salah satu pemain lainnya akan maju dan memukul
wajahnya. Setelah itu, dengan tutup mata dibuka, anak yang dipukul harus
menebak melalui ekspresi wajah atau bukti lainnya siapa yang memukulnya. Agar
dapat bertahan hidup di kamp konsentrasi, tahanan harus cakap dalam berbohong,
misalnya tentang mencuri makanan atau mengetahui rencana seseorang untuk
melarikan diri, tanpa diketahui para petugas. Klepsi klepsi mempersiapkan mereka menghadapi tantangan-tantangan
tersebut.
Melalui
permainan, baik permainan biasa maupun permainan sebagaimana digambarkan oleh
Eisen diatas, anak-anak mengubah kenyataan yang mereka hadapi ke dalam konteks
fantasi, yang membuat hal-hal tersebut aman untuk dihadapi dan dialami sehingga
mereka dapat menemukan cara-cara untuk menghadapi hal-hal tersebut.
Banyak
pihak berpikir bahwa permainan yang kasar menciptakan orang-orang dewasa yang
kasar; padahal dalam kenyataannya hal sebaliknyalah yang berlaku. Kekerasan
dalam dunia orang dewasa yang mendorong anak-anak untuk bermain dengan
kekerasan.
Dampak Buruk Kekurangan
Bermain
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, kesempatan bagi anak-anak
untuk bermain tanpa arahan dan pengawasan dari orang dewasa telah banyak
menurun sejak beberapa puluh tahun terakhir. Padahal permainan adalah salah satu
cara anak-anak belajar mengatasi persoalan, melatih kemandirian, mengembangkan
minat, serta mengasah kemampuan mereka dalam minat mereka tersebut.
Dengan
mengurangi kesempatan anak-anak untuk bermain sendiri, tanpa diawasi dan
dikendalikan oleh orang tua, kita juga mengurangi kesempatan mereka untuk
belajar mandiri. Dengan dalih melindungi anak-anak, pada nyatanya kita
mengurangi kesenangan mereka, kemampuan mereka untuk mandiri, mengurangi
kesempatan mereka untuk mencoba dan menemukan kegiatan yang mereka sukai, dan
meningkatkan kemungkinan mereka untuk mengalami gangguan kecemasan, depresi,
dan kelainan mental lainnya.
Belajar atau
Bermain?
Di
masa sekarang, anak semakin dituntut untuk mengejar prestasi demi kesuksesan di
masa depan, kesuksesan yang seringkali diartikan semata-mata sebagai kesuksesan
dalam lingkup pekerjaan dan materi, dengan mengesampingkan kesejahteraan mental
dan psikologis mereka.
Atas
nama menjamin masa depan dan kebahagiaan anak, kita kerap mengabaikan kebutuhan
dasar mereka untuk berkembang secara alami dengan cara-cara yang alami. Kita menganggap
mereka sebagai orang-orang dewasa kecil yang juga butuh diperlakukan secara
dewasa dalam menghadapi kehidupan. Pada nyatanya, anak-anak adalah anak-anak, yang
memiliki cara pandang yang berbeda dibandingkan orang dewasa, dan karena itu
membutuhkan cara dan penanganan yang berbeda pula untuk belajar.
Alangkah
baiknya bila kita, sebagai orang dewasa, juga belajar melihat dunia dari sisi
anak-anak dan secara terus menerus mencoba menemukan metode yang paling sesuai
untuk mengajari anak-anak mengenai kehidupan, salah satunya dengan memberikan
waktu dan kesempatan bagi mereka untuk bermain tanpa campur tangan orang dewasa,
serta memastikan keseimbangan antara kegiatan belajar dan bermain anak.
Zaldi Hamdani
Sumber Pustaka
The Dramatic Rise of Anxiety and Depression in Children and
Adolescents: Is It Connected to the Decline in Play and Rise in Schooling?
Free Play Is Essential for Normal Emotional Development
The Value of
Play I: The Definition of Play Provides Clues to Its Purposes
The Value of
Play II: How Play Promotes Reasoning in Children and Adults
The Value of
Play III: Children Use Play to Confront, not Avoid, Life’s Challenges and Even
Life’s Horrors
The Value of
Play IV: Play is Nature’s Way of Teaching Us New Skills
How to Ruin
Children’s Play: Supervise, Praise, Intervene
Sumber Gambar
http://www.antarafoto.com/peristiwa/v1293018916/perlindungan-anak
Mari bermain!...:-)
ReplyDeletekalo mainnya lempar2an burung sm nyocok2in tutup botol di komputer setiap hari dari pulang sekolah ampe malem, positifnya apa?
ReplyDeleteKalau itu termasuk dalam permainan video ya, berbeda dengan permainan yang dimaksud dalam artikel ini, yang lebih merupakan permainan-permainan "bebas" yang memancing daya kreatif dan imajinasi anak.
ReplyDeleteMenurut hasil penelitian, permainan video sendiri ternyata juga memiliki manfaat, diantaranya melatih kemampuan motorik (koordinasi tangan dan mata), kemampuan spasial, kemampuan merencanakan dan penyusunan strategi, dan lain lain. Semua manfaat ini tergantung pada jenis permainannnya, dan permainan yang berbeda memiliki manfaat yang berbeda juga.
Ini salah satu tautan yang menjelaskan manfaat dari bermain permainan video:
http://www.psychologytoday.com/blog/freedom-learn/201201/the-many-benefits-kids-playing-video-games
Semoga pertanyaannya terjawab :)