Jul 27, 2012

Indonesia Tak Lagi Ramah Anak


Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas 1.904.569 km2, dan memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan jumlah penduduk 259 juta jiwa tentu merupakan sebuah jumlah yang sangat besar. Dengan hasil bumi, laut dan keanekaragaman lainnya tentu menjadi sebuah tempat yang nyaman, karena segalannya ada di Indonesia.

Banyak turis mancanegara mengagumi keindahan dan keunikan yang ada di Indonesia, bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia menjadi tujuan wisata mancanegara karena memberikan kenyamanan. Hal tersebut terlihat dari lirik lagu “Indonesia Tanah Air Beta” karangan Ismail Marzuki, yang menyiratkan “Indonesia sejak dulu kala, tetap di puja-puja bangsa”. Kemudian dilanjutkan pada bait kedua; “Di sana tempat lahir beta, dibuai dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata”. Tersirat sangat jelas dan tentu menggetarkan ketika kita membaca dan mendengarkan lagu ini, dimana Indonesia adalah tempat kita bertumbuh dan berlindung hingga ajal menjemput.

Namun yang terjadi belakangan ini, Indonesia tak lagi sesuai harapan Ismail Marzuki dalam lagunya, Indonesia saat ini tak lagi nyaman dan ramah, khususnya bagi anak-anak. Anak selalu didengungkan sebagai generasi penerus bangsa, hal ini terlihat jelas ketika almarhum Soeharto -mantan presiden kita- melihat anak-anak sebagai aset kemajuan bangsa dan perlu diperhatikan. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1984, yang menetapkan tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional.

Tapi kini, pernyataan anak sebagai generasi penerus bangsa lagi-lagi seperti celotehan yang ketika didengar dapat masuk dari kuping sebelah dan keluar dari kuping yang satu lagi. Berbicara mengenai anak, tentu sangat banyak aspek yang harus diperhatikan, dan tentu berbeda dengan saat kita membahas mengenai sebuah produk alat rumah tangga, atau perlengkapan kantor. Dalam hal ini, anak harus dipandang dari penghargaan terhadap hak mereka sebagai anak.

Tak Lagi Ramah

Indonesia sebagai anggota PBB telah ikut berpartisipasi dalam meratifikasi sebagian besar instrumen HAM, salah satunya adalah International Convention of the Rights of The Child atau Konvensi Hak-hak Anak. Terdapat prinsip umum yang menjadi konsentrasi penting yaitu, non-diskriminasi (universalitas), kepentingan terbaik bagi anak, terpenuhinya hak-hak dasar anak, serta partisipasi anak.

Bila kita cermati, terdapat banyak aspek terkait prinsip umum dimana kepentingan terbaik bagi anak harus dikedepankan. Pada kenyataannya, terdapat banyak persoalan terkait dengan anak, permasalahan-permasalahan yang tidak kunjung selesai dan terus melebar. Anak-anak di berbagai daerah tidak memiliki akses pendidikan, seperti yang kita ketahui biaya pendidikan sangat besar, dimana seharusnya anak-anak mendapatkan pendidikan yang wajib dan gratis (pasal 31 UUD 1945). Fasilitas sekolah yang kurang baik harus dihadapi anak-anak ketika mereka sedang melaksanakan kegiatan belajar. Akses kesehatan terhadap anak masih kurang terjangkau, seharusnya anak juga bisa mendapatkan asuransi sosial dan keamanan sosial meskipun anak tidak memiliki hak untuk bekerja, tetapi hal tersebut sangat penting untuk dimiliki oleh anak. Dalam hal lingkungan keluarga ini juga perlu diperhatikan, anak-anak wajib mendapatkan pola pengasuhan yang baik, apabila si anak sudah tidak memiliki orang tua, mereka wajib diasuh oleh keluarga alternatif, dalam hal ini yang masih memiliki hubungan darah dengan orang tuanya dan tentu mendapat pemantauan dari petugas atau lembaga negara yang membidangi urusan anak. Selain itu juga, anak perlu mendapatkan perlindungan khusus, seperti perlindungan terhadap situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, eksploitasi dan kekerasan serta anak yang berasal dari keluarga minoritas dan masyarakat adat terasing. Akhir-akhir ini tontonan yang ditayangkan juga tak ramah anak, bahkan program tayangan televisi untuk anak sangat minim.

Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, sangat diperlukan sebuah refleksi besar terkait persoalan anak. Bagaimana mungkin Indonesia dapat menjadi tempat bertumbuh dan berkembang untuk anak, apabila akses untuk tumbuh kembang dan perlindungan kepada anak tidak diperhatikan secara khusus. Belakangan kita juga mendengar adanya program pemerintah mengenai kota layak anak/ramah anak, yang menurut UNICEF (United Nations Children’s Fund) adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Namun program ini belum serentak dan belum terlihat jelas komitmen para pemimpin daerah untuk mengaplikasikan kota layak/ramah anak, dengan mengedepankan partisipasi anak, mendengarkan suara anak, dan menjadi tempat berlindung dan dihormatinya hak anak.

Mulailah Berlari                   

Ratifikasi Konvensi Hak-hak Anak dilakukan oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990, hal tersebut dilakukan karena pada saat itu belum ada mekanisme hukum yang jelas, sehingga Pemerintah menggunakan keputusan Presiden sebagai dasar hukum ratifikasi. Hadirnya UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak mendapat sorotan dari pemerhati hak anak, karena diratifikasinya konvensi hak-hak anak melalui Keputusan Presiden, maka protokol opsional konvensi hak-hak anak akan sulit diratifikasi, contohnya; protokol opsional konvensi hak-hak anak mengenai keterlibatan dalam konflik bersenjata, tentang penjualan anak, pornografi anak dan prostitusi anak.

Kemudian, UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional menyatakan bahwa ratifikasi konvensi harus dengan undang-undang. Bila protokol-protokol opsional diratifikasi dengan undang-undang,  akan menyebabkan kejanggalan hukum. Seharusnya pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi hak anak dengan undang-undang, dan itu wajib dilaksanakan, sehingga dengan demikian keseriusan pemerintah terhadap pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia dapat dilaksanakan.

Selain itu, koordinasi antar sektor sangat diperlukan, karena penanganan masalah anak tidak dapat dilakukan langsung dari pusat ke daerah, hal ini juga berkaitan dengan UU No.32 tahun 2002 tentang otonomi daerah, hal tersebut juga mengakibatkan koordinasi antar sektor dan penanganan masalah anak menjadi sedikit terhambat. Oleh sebab itu, pentingnya setiap daerah menerbitkan peraturan daerah yang berpihak kepada kepentingan anak, dan terus meningkatkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam rangka pemenuhan hak anak, selain itu juga sangat penting dan sudah tiba waktunya kita mendengarkan suara dan keinginan anak untuk kemudian dijadikan sebuah kebijakan dan peraturan yang terkait dengan masa depan anak yang lebih baik.

Peran dari seluruh masyarakat dan pihak terkait sangat diperlukan dan harus dilakukan untuk bersama-sama menentukan sikap serta menyatukan persepsi untuk dihasilkannya sebuah keputusan dan peraturan yang terbaik bagi anak. Hal ini lah yang perlu terus ditingkatkan dan perlu diawasi, agar Indonesia dapat menjadi tempat yang ramah untuk anak-anak, semoga hari depan indah bagi anak Indonesia.

Selamat Hari Anak Nasional!

Maykel Ifan Situmorang

No comments:

Post a Comment