Indonesia yang
merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas 1.904.569 km2,
dan memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan jumlah penduduk 259 juta jiwa tentu
merupakan sebuah jumlah yang sangat besar. Dengan hasil bumi, laut dan keanekaragaman lainnya tentu menjadi sebuah
tempat yang nyaman, karena segalannya ada di Indonesia.
Banyak turis mancanegara mengagumi keindahan dan keunikan yang ada di
Indonesia, bahkan ada yang mengatakan bahwa Indonesia menjadi tujuan wisata
mancanegara karena memberikan kenyamanan. Hal tersebut terlihat dari lirik lagu
“Indonesia Tanah Air Beta” karangan Ismail Marzuki, yang menyiratkan “Indonesia sejak dulu kala, tetap di
puja-puja bangsa”. Kemudian dilanjutkan pada bait kedua; “Di sana tempat lahir beta, dibuai
dibesarkan bunda, tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata”.
Tersirat sangat jelas dan tentu menggetarkan ketika kita membaca dan
mendengarkan lagu ini, dimana Indonesia adalah tempat kita bertumbuh dan berlindung
hingga ajal menjemput.
Namun yang terjadi belakangan ini, Indonesia tak lagi sesuai harapan
Ismail Marzuki dalam lagunya, Indonesia saat ini tak lagi nyaman dan ramah,
khususnya bagi anak-anak. Anak selalu didengungkan sebagai
generasi penerus bangsa, hal ini terlihat jelas
ketika almarhum Soeharto -mantan presiden kita- melihat anak-anak sebagai aset
kemajuan bangsa dan perlu diperhatikan. Hal tersebut dinyatakan berdasarkan
Keputusan Presiden RI No.44 tahun 1984, yang menetapkan tanggal 23 Juli sebagai
Hari Anak Nasional.
Tapi kini, pernyataan anak sebagai generasi penerus bangsa lagi-lagi
seperti celotehan yang ketika didengar dapat masuk dari kuping sebelah dan
keluar dari kuping yang satu lagi. Berbicara mengenai anak, tentu sangat banyak
aspek yang harus diperhatikan, dan tentu berbeda dengan
saat
kita membahas mengenai sebuah produk alat rumah tangga, atau perlengkapan
kantor. Dalam hal ini, anak harus dipandang dari
penghargaan terhadap hak mereka sebagai anak.
Tak Lagi Ramah
Indonesia
sebagai anggota PBB telah ikut berpartisipasi dalam meratifikasi sebagian besar
instrumen HAM, salah satunya adalah International
Convention of the Rights of The Child atau Konvensi Hak-hak Anak. Terdapat
prinsip umum yang menjadi konsentrasi penting yaitu, non-diskriminasi
(universalitas), kepentingan terbaik bagi anak, terpenuhinya hak-hak dasar
anak, serta partisipasi anak.
Bila
kita cermati, terdapat banyak aspek terkait prinsip
umum dimana kepentingan terbaik bagi anak
harus dikedepankan. Pada kenyataannya,
terdapat banyak persoalan terkait dengan anak, permasalahan-permasalahan yang
tidak kunjung selesai dan terus melebar. Anak-anak di berbagai daerah tidak memiliki akses
pendidikan, seperti yang kita ketahui biaya pendidikan sangat besar, dimana
seharusnya anak-anak mendapatkan pendidikan yang wajib dan gratis (pasal 31 UUD 1945). Fasilitas sekolah yang kurang baik harus dihadapi anak-anak ketika mereka sedang melaksanakan
kegiatan belajar. Akses kesehatan terhadap anak masih kurang terjangkau,
seharusnya anak juga bisa mendapatkan asuransi sosial dan keamanan sosial meskipun anak tidak memiliki hak untuk bekerja,
tetapi hal tersebut sangat penting untuk dimiliki oleh anak. Dalam hal
lingkungan keluarga ini juga perlu diperhatikan, anak-anak wajib mendapatkan
pola pengasuhan yang baik, apabila si anak sudah tidak memiliki orang tua,
mereka wajib diasuh oleh keluarga alternatif, dalam hal ini yang masih memiliki
hubungan darah dengan orang tuanya dan tentu mendapat pemantauan dari petugas
atau lembaga negara yang membidangi urusan anak. Selain itu juga,
anak perlu mendapatkan perlindungan khusus, seperti perlindungan terhadap
situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, eksploitasi dan kekerasan
serta anak yang berasal dari keluarga minoritas dan masyarakat adat terasing. Akhir-akhir ini tontonan yang ditayangkan juga tak ramah anak, bahkan
program tayangan televisi untuk anak sangat minim.
Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, sangat diperlukan sebuah
refleksi besar terkait persoalan anak. Bagaimana mungkin Indonesia dapat
menjadi tempat bertumbuh dan berkembang untuk anak, apabila akses untuk tumbuh
kembang dan perlindungan kepada anak tidak diperhatikan secara khusus.
Belakangan kita juga mendengar adanya program pemerintah mengenai kota layak anak/ramah
anak, yang menurut UNICEF (United Nations
Children’s Fund) adalah kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga
kota. Namun program ini belum serentak dan belum terlihat jelas komitmen para
pemimpin daerah untuk mengaplikasikan kota layak/ramah anak, dengan
mengedepankan partisipasi anak, mendengarkan suara anak, dan menjadi tempat
berlindung dan dihormatinya hak anak.
Mulailah Berlari
Ratifikasi Konvensi Hak-hak Anak dilakukan oleh Indonesia melalui
Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990, hal tersebut dilakukan karena pada saat
itu belum ada mekanisme hukum yang jelas, sehingga Pemerintah menggunakan
keputusan Presiden sebagai dasar hukum ratifikasi. Hadirnya UU No. 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak mendapat sorotan dari pemerhati hak anak, karena
diratifikasinya konvensi hak-hak anak melalui Keputusan Presiden, maka protokol
opsional konvensi hak-hak anak akan sulit diratifikasi, contohnya;
protokol opsional konvensi hak-hak anak mengenai keterlibatan dalam konflik
bersenjata, tentang penjualan anak, pornografi anak dan prostitusi anak.
Kemudian, UU No. 24 tahun 2000 tentang perjanjian internasional
menyatakan bahwa ratifikasi konvensi harus dengan undang-undang. Bila protokol-protokol
opsional diratifikasi dengan
undang-undang, akan menyebabkan
kejanggalan hukum. Seharusnya pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi hak anak
dengan undang-undang, dan itu wajib dilaksanakan, sehingga dengan demikian
keseriusan pemerintah terhadap pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia dapat
dilaksanakan.
Selain itu, koordinasi antar sektor sangat diperlukan, karena penanganan
masalah anak tidak dapat dilakukan langsung dari pusat ke daerah, hal ini juga
berkaitan dengan UU No.32 tahun 2002 tentang otonomi daerah, hal tersebut juga
mengakibatkan koordinasi antar sektor dan penanganan masalah anak menjadi
sedikit terhambat. Oleh sebab itu, pentingnya setiap daerah menerbitkan
peraturan daerah yang berpihak kepada kepentingan anak, dan terus meningkatkan
koordinasi antara pusat dan daerah dalam rangka pemenuhan hak anak, selain itu
juga sangat penting dan sudah tiba waktunya kita mendengarkan suara dan
keinginan anak untuk kemudian dijadikan sebuah kebijakan dan peraturan yang
terkait dengan masa depan anak yang lebih baik.
Peran dari seluruh masyarakat dan pihak terkait sangat diperlukan dan
harus dilakukan untuk bersama-sama menentukan sikap serta menyatukan persepsi
untuk dihasilkannya sebuah keputusan dan peraturan yang terbaik bagi anak. Hal
ini lah yang perlu terus ditingkatkan dan perlu diawasi, agar Indonesia dapat
menjadi tempat yang ramah untuk anak-anak, semoga hari depan indah bagi anak
Indonesia.
Selamat Hari Anak Nasional!
Maykel Ifan Situmorang
No comments:
Post a Comment