Jun 21, 2012

7 Cara Menuju Pola Asuh Demokratis




Mengajari, mendidik dan menyaksikan pertumbuhan anak-anak dari kecil sampai remaja dan dewasa merupakan salah satu sumber kebahagiaan tersendiri bagi para orang tua. Meskipun demikian, membesarkan anak juga merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh para orang tua, karena cara mereka membangun hubungan dengan anak-anak di awal masa hidup mereka akan berpengaruh banyak terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis anak di masa mendatang.

Diana Baumrind, seorang psikolog klinis dan perkembangan, membagi pola asuh berdasarkan dua aspek, yaitu parental responsiveness: sejauh mana orangtua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak dan parental demandingness: sejauh mana orangtua menuntut perilaku yang matang dan bertanggungjawab dari anak.

Berdasarkan dua aspek tersebut, Baumrind menyebutkan 3 jenis pola asuh, yaitu pola asuh otoriter, permisif, dan demokratis.



1. Pola Asuh Otoriter
 


Orangtua yang otoriter banyak menuntut dan mengarahkan anak, namun kurang responsif terhadap kebutuhan anak.

Mereka menuntut kepatuhan dari anak-anak mereka, dan menganggapnya sebagai kewajiban anak terhadap orang tua. Mereka juga mengagungkan perbedaan status antara orangtua dengan anak, dan mengharapkan perintah mereka dipatuhi tanpa dibantah.

Orangtau yang otoriter memiliki standar tertentu yang dijadikan patokan dalam membuat peraturan, dan mereka mengharapkan anak-anak mengikuti standar tersebut. Ketidakpatuhan atau pelanggaran atas peraturan biasanya diganjar dengan pemberian hukuman terhadap anak.

Dalam pola asuh jenis ini, orangtua menempatkan diri mereka dalam posisi sebagai penguasa, dan anak berada sepenuhnya di bawah kendali mereka.

Anak-anak yang tumbuh dalam pola asuh otoriter cenderung memiliki rasa percaya diri rendah, kemampuan sosial yang rendah, serta prestasi yang sedang di sekolah.



2. Pola Asuh Permisif
 


Kebalikan dari pola asuh otoriter, dalam pola asuh permisif orangtua tidak banyak menuntut dan mengarahkan anak, namun responsif terhadap kebutuhan anak.

Mereka tidak banyak mengatur dan menuntut anak, menberi banyak ruang pada anak untuk mengatur dirinya secara mandiri, dan cenderung menghindari konflik dengan anak. Dalam menerapkan peraturan, mereka lebih dulu membicarakan dan menyepakatinya bersama anak-anak. Orangtua yang permisif tidak mengikuti standar peraturan tertentu, namun menyesuaikan dengan keinginan anak. Bila anak-anak melanggar peraturan, mereka akan mencoba memberikan pengertian dan berdiskusi dengan anak, namun sebisa mungkin tidak akan menggunakan hukuman.

Orangtua permisif menempatkan diri mereka sebagai teman bagi anak, bukan sebagai sosok yang harus dicontoh dan dijadikan teladan.

Anak-anak yang tumbuh dalam pola asuh permisif cenderung lebih kreatif dan mandiri, namun beberapa penelitian juga menemukan bahwa mereka sulit mengemban tanggung jawab.



3. Pola Asuh Demokratis
 
 



Dalam pola asuh demokratis, orangtua menuntut namun juga bersikap responsif terhadap kebutuhan anak.

Seperti orangtua yang otoriter, orangtua yang demokratis juga mempunyai seperangkat aturan dan standar perilaku yang harus diikuti oleh anak-anak mereka. Akan tetapi, mereka juga bersikap responsif terhadap keinginan dan kebutuhan anak, dan memberi kesempatan kepada anak-anak untuk bertanya dan berdiskusi mengenai peraturan-peraturan tersebut. Meskipun demikian, keputusan akhir tetap berada di tangan orangtua.

Ketika anak melanggar peraturan atau melakukan kesalahan, orangtua akan berusaha menerapkan disiplin dengan menggunakan metode-metode yang lebih bertujuan mendidik daripada sekedar menghukum.

Orangtua yang demokratis menempatkan diri mereka sebagai orangtua dan juga sebagai teman bagi anak. Menurut Baumrind, pola asuh ini adalah yang paling ideal.

Anak-anak yang tumbuh dalam pola asuh demokratis cenderung menunjukkan prestasi yang lebih tinggi di sekolah, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, mampu bertanggungjawab, dan mudah beradaptasi.

Perbandingan antara ke-3 bentuk pola asuh tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini:


Otoriter
Permisif
Demokratis
Perhatian
Rendah
Tinggi
Tinggi
Komunikasi
Rendah
Sedang
Sedang-Tinggi
Ekspektasi
Tinggi
Rendah
Sedang-Tinggi
Kontrol
Tinggi
Rendah
Sedang-Tinggi

Perhatian
Seberapa orangtua mengetahui dan mampu memenuhi kebutuhan anak akan perhatian, kehangatan, dan rasa aman.

Komunikasi
Seberapa orangtua mampu mendengarkan dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak.

Ekspektasi
Seberapa orangtua menuntut anak untuk tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik, dan seberapa tuntutan tersebut dapat dipenuhi oleh anak.

Kontrol
Seberapa orangtua mampu memberikan aturan yang jelas untuk diikuti dan adanya sistem pemberian konsekuensi yang konsisten.



7 Cara Menuju Pola Asuh Demokratis 
 
 

Lalu, apa saja yang dapat dilakukan para orangtua agar pola asuh yang mereka terapkan menjadi lebih demokratis? Simaklah tips-tips berikut ini:

1. Membina percakapan ringan dengan anak setiap hari, untuk mengetahui apa yang sedang terjadi dalam kehidupan anak dan membangun rasa percaya antara orangtua dengan anak.

2. Menentukan standar perilaku yang jelas yang dapat diterapkan anak dalam kehidupannya sehari-hari.

3. Memberikan konsekuensi yang jelas atas pelanggaran peraturan, dengan memastikan konsekuensi tersebut harus sesuai dengan jenis dan tingkat pelanggaran dan sebisa mungkin mengandung nilai yang dapat dipelajari.

4. Mengembangkan kemampuan anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Hal ini dapat dilakukan dalam membuat peraturan, dimana anak diberikan ruang untuk setuju ataupun tidak setuju. Orangtua tetap menentukan keputusan akhir, namun memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan dan pikirkan akan melatih kemampuan mereka dalam berpikir dan berekspresi.

5. Bersikap fleksibel saat dibutuhkan. Betapapun baiknya peraturan dan kedisiplinan, orangtua juga perlu menyadari bahwa ada saatnya mereka dapat bersikap fleksibel

6. Menghargai keunikan anak. Anak-anak dapat tumbuh menjadi orang yang sama sekali berbeda dengan orangtua mereka. Seorang bapak yang menyukai politik memiliki anak yang menyukai seni. Saat perbedaan seperti ini muncul, sangat penting agar orangtua mampu menghargai dan menerima perbedaan tersebut.

7. Jadilah teladan yang baik. Pada dasarnya setiap anak akan merujuk pada orangtua mereka untuk mendapatkan panutan dalam bersikap dan berperilaku. Bila mereka dibesarkan dalam lingkungan yang penuh kehangatan dan kasih sayang, maka mereka pun akan mengamalkan nilai-nilai tersebut nantinya ketika mereka tumbuh dewasa.

Zaldi Hamdani




Diana Baumrind's (1966) Prototypical Descriptions of 3 Parenting Styles

Parenting Style and Its Correlates

Parenting Styles
Sumber Gambar
towerofpower.com.au
all-about-motherhood.com
onsistent-parenting-advice.com  

No comments:

Post a Comment