Anak sekecil itu, berkelahi dengan waktu,
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu,
Anak sekecil itu, tak sempat nikmati waktu,
Dipaksa pecahkan karang, lemah jarimu terkepal...
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu,
Anak sekecil itu, tak sempat nikmati waktu,
Dipaksa pecahkan karang, lemah jarimu terkepal...
Lirik
lagu karangan Iwan Fals, Sore Tugu Pancoran terngiang-ngiang di
kepalaku kala
melihat sesosok tubuh mungil di perempatan lampu merah Pengairan. Bocah
laki-laki itu perawakannya tidak terlalu gemuk namun juga tidak terlalu
kurus, pakaiannya pun lusuh.
Kami
melihatnya saat di perempatan lampu merah Pengairan. Saat kami tiba di
sana, bocah laki-laki itu sedang asyik membaca buku yang juga sudah
lusuh. Saat lampu merah, abangku langsung bertanya padanya ”Ada PR
ya?”, bocah itu mendongak melihat sumber suara, sambil tersipu malu, dia
menggeleng. Lalu ku berkata padanya ”Oo, lagi belajar aja ya?”. Sang
bocah kembali tersipu, dia pun segera membereskan buku yang dipegangnya dan segera memasukkannya ke dalam sebuah tas;
tas yang didalamnya masih terdapat beberapa buku lain, yang juga sama lusuhnya.
Ketika lampu lalu lintas berubah menjadi merah, sang bocah segera beranjak mendekati mobil-mobil yang sedang berhenti dan mulai bernyanyi sambil bertepuk tangan. Ooh ternyata bocah itu adalah pengamen. Saya pun sempat melirik bukunya, ternyata buku pelajaran Matematika, tingkat 3, semester 5 & 6. Hmm, ternyata bocah itu masih kelas 3 SD!
Ketika lampu lalu lintas berubah menjadi merah, sang bocah segera beranjak mendekati mobil-mobil yang sedang berhenti dan mulai bernyanyi sambil bertepuk tangan. Ooh ternyata bocah itu adalah pengamen. Saya pun sempat melirik bukunya, ternyata buku pelajaran Matematika, tingkat 3, semester 5 & 6. Hmm, ternyata bocah itu masih kelas 3 SD!
Salut
dengan semangatnya. Mungkin dia berasal
dari keluarga yang kurang mampu, namun semangatnya untuk belajar
tetap tinggi. Bandingkan dengan anak-anak dari orang yang mampu secara
finansial, dengan segala kemudahan yang mereka miliki, mereka justru
menyia-nyiakan kesempatan untuk bisa belajar dan bersekolah. Sering bolos sekolah,
belajar tidak semangat, asyik senang-senang. Suatu keadaan yang
ironis...
Masih ingatkah Anda pada salah satu pasal dari UUD 1945? Pasal 34 ayat 2 yang berbunyi “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”. Sekarang mari kita lihat keadaan yang terjadi saat ini di negara kita.
Boro-boro
negara alias pemerintah mau memelihara fakir miskin dan anak-anak
terlantar, memikirkannya pun mungkin tak pernah terlintas di pikiran
mereka. Semua sibuk memikirkan diri sendiri dan
memperkaya diri sendiri. Bahkan mereka justru memproduksi fakir miskin
dan anak-anak terlantar dengan kebijakan-kebijakan yang mereka terapkan.
Sangat disayangkan, potensi besar yang terpendam yang mungkin dimiliki
banyak anak
jalanan tidak bisa tergali dengan baik.
Mari kita berandai-andai. Andai saja pemerintah memiliki kepedulian terhadap perkembangan anak-anak jalanan, bukan tidak mungkin negara ini akan jauh lebih baik. Anak-anak usia sekolah tidak perlu berkeliaran dijalanan, tidak perlu mengamen, tidak perlu meminta-minta, tidak perlu mencopet, dan tidak perlu terjerumus dalam tawuran. Mereka semua sibuk bersekolah, menuntut ilmu, dibekali pengetahuan dan keterampilan. Waaah negara ini pasti akan lebih cepat untuk menjadi maju!
Mari kita berandai-andai. Andai saja pemerintah memiliki kepedulian terhadap perkembangan anak-anak jalanan, bukan tidak mungkin negara ini akan jauh lebih baik. Anak-anak usia sekolah tidak perlu berkeliaran dijalanan, tidak perlu mengamen, tidak perlu meminta-minta, tidak perlu mencopet, dan tidak perlu terjerumus dalam tawuran. Mereka semua sibuk bersekolah, menuntut ilmu, dibekali pengetahuan dan keterampilan. Waaah negara ini pasti akan lebih cepat untuk menjadi maju!
Tapi
sebenarnya, kesalahan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada
pemerintah, kita sebagai warga negara juga bisa turut membantu
pemerintah untuk menangani masalah anak jalanan ini. Bagaimanapun, semua
pihak harus bekerjasama dan saling membantu jika kita ingin
menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial. Jika saja setiap orang
tidak hanya sibuk memikirkan diri mereka sendiri dan lebih peduli
terhadap orang lain, mungkin banyak permasalahan sosial yang dapat kita
selesaikan.
Seorang yang bijak pernah berkata, ”Cintailah orang lain seperti kita mencintai diri kita sendiri”. Jika ada orang lain merasakan penderitaan, kita seharusnya juga dapat memahami penderitaan mereka dan membantu semaksimal yang kita bisa untuk meringankan penderitaan mereka.
Mari bergerak, mulai dari diri kita sendiri, mulai dari yang kecil, mulai sekarang juga!
Wahyu Purwaningsih
Sumber Gambar
http://chilvilibra.blogspot.com/2012/02/ingin-kerumah-presiden-sby.html
Masih banyak anak- anak yang sperti itu.... sebenarnya semangat anak untuk belajar sangat kuat... tetapi orang tua lah yang sering kali mematahkannya yang akhirnya membuat mereka jadi sperti itu...
ReplyDeleteSungguh ironis sekali........
Seandainya para pejabat itu berhenti korupsi dan uang yang mereka korupsi itu untuk membantu anak2 jalanan ... Pasti permasalahan semacam itu tidak perlu terjadi lagi ... Hiks!
ReplyDelete